Jumat, 04 Desember 2009

Makalah

ESTETIKA DAN KEBERMANFAATAN

DALAM CERITA RAKYAT MALUKU[1]

Martha Maspaitella[2]

(HISKI Komisariat Ambon)

Abstrak

Sebuah karya sastra haruslah mampu mempertemukan aspek estetika dan kebermanfaatan karena dengan kualitas estetik, maka secara tidak langsung keindahan karya sastra itu akan memberikan manfaat kepada manusia. Namun, tantangan akan muncul untuk para sastrawan (penyair dan pengarang) sebagai bagian dari masyarakat yang berada di tengah-tengah masyarakat pluralistis. Selain itu, perubahan zaman yang begitu cepat dengan segala tawaran dan perkembangan baru akan turut membentuk dan menentang jati diri manusia. Apakah aspek estetika dan manfaat sebuah karya sastra akan tetap diperhatikan? Ataukah aspek komersial dan kejar tayang untuk meraih keuntungan yang banyak yang harus dinomorsatukan?

Makalah ini akan memaparkan keindahan dan manfaat Cerita Rakyat di daerah Maluku. Masalahnya berangkat dari anggapan bahwa cerita-cerita rakyat yang ada di Maluku, pada umumnya bersifat anonim, namun memiliki keindahan dari segi isi dan bahasanya, sekaligus memberikan manfaat yang besar dalam membentuk perilaku masyarakat sebagai pendengar dan pembacanya. Pembaca atau pendengar dapat menarik pelajaran yang berharga ketika membaca atau mendengarkan cerita rakyat dan mungkin bisa menjadi pegangan hidupnya karena mengungkapkan nilai-nilai luhur, dan mungkin juga mengisahkan hal-hal yang tidak terpuji, namun pembaca masih tetap dapat diingatkan dan disadarkan untuk tidak berbuat demikian.

Meskipun cerita rakyat bersifat tradisional dan personal, serta tidak tahu kapan muncul dan siapa pengarangnya, tetapi ia tetap ada dalam kategori sastra, yaitu sastra tradisional yang memiliki fungsi dulce et utile (indah dan bermanfaat) yang tidak dapat tergantikan dengan hadirnya cerpen dan novel pada masa kini.

Kata kunci : estetika, kebermanfaatan, cerita rakyat

PENDAHULUAN

Cerita prosa rakyat hingga kini masih dikenal, dan dijadikan sebagai milik budaya kolektif masyarakat Maluku. Cerita yang telah mewaris secara turun-temurun ini merupakan suatu bentuk ekspresi masyarakat Maluku pada masa lalu yang umumnya disampaikan secara lisan atau disebut tradisi bercerita yang berlangsung dari mulut ke mulut, sehingga tidak diketahui secara pasti kapan munculnya dan siapa pengarangnya karena kemunculannya berlangsung dari waktu ke waktu, dan tidak sekaligus seperti halnya penulisan sastra dewasa ini. Jadi, cerita rakyat Maluku adalah milik masyarakat Maluku atau sebagian kebudayaan (lore) dari kolektif (folk), sesuai pendapat Danandjaja (1986:1) yang mengemukakan bahwa folk adalah sinonim dengan kolektif sebagai kesatuan masyarakat, dan lore adalah tradisi folk atau sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan.

Cerita dalam bentuk mitos, legenda dan dongeng ini, kini dikenal berkategori kesastraan, yaitu sastra Tradisional. Menurut Nurgiyantoro (2005:164), cerita lama dikenal sebagai sastra tradisional dan dapat berwujud legenda, mitos, fabel, dan berbagai cerita rakyat yang lain yang sering disebut sebagai folklore, folktale, atau sebutan-sebutan kategorisasi lainnya. Karena hanya diwariskan secara lisan, maka disebut sastra tradisional dan sekaligus personal. Disebut personal karena cerita rakyat dapat berubah-ubah dalam arti para pencerita mungkin dapat menambah atau mengurangi sebagian dari cerita karena lupa ceritanya atau disengaja.

Dengan mendengarkan atau membaca cerita rakyat Maluku, maka kita dapat belajar mengapresiasi warisan leluhur. Disebut demikian karena cerita rakyat Maluku menggambarkan kebesaran leluhur atau pada masyarakat Maluku, lebih dikenal dengan sebutan “nenek moyang” yang tidak dapat dipungkiri telah turut membentuk eksistensi kita di masa kini. Selain itu, gaya penceritaan dalam cerita rakyat, dipulas dengan sederhana (tidak berbelit-belit), menggunakan bahasa Melayu Ambon dan bahasa Indonesia (jika diceritakan pada situasi formal atau acara adat) yang dipahami oleh semua orang. Cerita rakyat Maluku juga mendukung berbagai perkembangan moral anak, baik yang menyangkut aspek emosional, afektif, kognitif, imajinatif, perasaan estetis, maupun perkembangan kebahasaan, sekaligus memberikan hiburan yang menyenangkan.

ASPEK ESTETIKA DALAM CERITA RAKYAT MALUKU

Cerita rakyat di Maluku, terdiri atas tiga golongan besar, sesuai dengan pendapat Bascom dalam Danandjaja (1986:50), yaitu (1) mite, (2) legenda, dan (3) dongeng. Sama halnya dengan Nurgiyantoro (2005:164) yang menggunakan istilah mitos, legenda, dan fabel. Demikian juga Fang dalam (Nurgiyantoro, 2005:172), yang membedakan sastra rakyat ke dalam lima jenis, yaitu cerita asal-usul, cerita binatang, cerita jenaka, cerita pelipur lara, dan pantun.

Perkembangan cerita-cerita rakyat di Maluku hingga saat ini, ada cerita-cerita yang dahulu dilisankan, sekarang telah dibukukan untuk dinikmati oleh pembaca. Sarana penyampaian cerita rakyat, baik lisan maupun tulisan, tetap memperhatikan aspek estetika dari segi isi dan Bahasanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradotokusumo (2005:6) yang menyatakan bahwa sastra itu harus dapat memberikan kenikmatan, antara lain keindahan isi dan keindahan bahasanya.

Aspek keindahan dalam sebuah karya sastra dianggap menampilkan kualitas estetis yang paling beragam, sekaligus paling tinggi. Aspek estetis dalam cerita rakyat dihasilkan oleh keragaman genre cerita rakyat (mite, legenda, dan dongeng). Keragaman genre yang bersifat dinamis, ketakterbatasan cerita yang dihasilkan yang tergantung pada kemampuan pengarang dan pembaca untuk menciptakan dan menafsirkannya, serta bahasa sebagai medium karya sastra yang memiliki kemampuan untuk berkembang secara tak terbatas, yang tergantung pada kemampuan imajinasi pembaca (Ratna, 2007:289-290).

Aspek estetis akan tampak bila pembaca mampu melihat dan menikmatinya. Kepekaan pembaca dan pendengar akan membuat kehidupan ini penuh makna. Estetika mempengaruhi manusia melalui kesadaran total proses psikologis.

berbicara mengenai aspek estetis, maka terlihat bahwa pembaca memiliki peran yang sangat penting. Makalah ini membahas aspek estetika berdasarkan bentuk estetika-resepsi, yaitu aspek-aspek keindahan yang timbul sebagai akibat pertemuan antara karya sastra dengan pembaca atau pendengar.

Pembaca dan pendengar mempunyai hubungan yang sangat erat dengan cerita rakyat Maluku. Hal ini terjadi karena sebuah cerita rakyat, dibuat ntuk didengarkan atau dibacakan oleh pembaca. Kemampuan seorang pembaca atau pendengar untuk memahami dan memberikan penilaian apakah cerita rakyat yang didengarkan atau dibacakan mengandung estetika atau tidak, itu tergantung pada tingkat pengetahuannya terhadap karya sastra. Jadi, berdasarkan estetika resepsi atau “Rezeptions und wirkungsasthetik,” Jausz (via Teeuw, 1984:161), pembaca yang menilai, menikmati, menafsirkan, memahmi karya sastra, menentukan nasibnya dan peranannya dari segi sejarah dan estetik.

Lebih lanjut Jausz (via Teeuw, 1984:1) menjelaskan tentang konsep horison harapan pembaca. Setiap pembaca mempunyai horizon harapan yang tercipta karena pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamannya selaku manusiabudaya, dan seterusnya.

Berdasarkan aspek estetika-resepsi, maka dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur estetika dalam cerita rakyat Maluku, dari segi isi dan bahasa dapat dijelaskan sebagai berikut.

Isi atau Muatan dalam Cerita Rakyat Maluku.

Cerita rakyat Maluku, pada umum memuat masalah-masalah kehidupan. Baik itu hanya fiktif, maupun ada juga yang benar-benar terjadi, tetapi belum dapat ditunjukkan validitas kebenarannya. Tingkat kebenaran sebagai bukti, hanya dapat dilihat dari bentuk-bentuk fisik yang ditinggalkan, misalnya, Batu yang bentuknya seperti kapal sebagai bukti bahwa orang-orang ternate dan Halmahera pernah singgah di pelabuhan Naku dan menetap di sana, sebagai bukti kebenaran cerita “Legenda Batu Kapal,” kemudian Batu Singa yang terdapat di daerah Oma (Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah), yang menjadi bukti bahwa Pattinusa benar telah membunuh seekor singa, dalam cerita “Batu Singa,” dll.

Selain masalah-masalah kehidupan, cerita rakyat Maluku juga mengisahkan sesuatu yang bersifat gaib, misalnya mitos “Botol Manci”, penuh kekuatan, seperti Legenda “Danau Tapala,” cerita tentang terbentuknya suatu tempat, seperti “Asal Mula Terbentuknya Dusun Toisapu”, dongeng binatang, seperti “Kemurahan Hati Buaya Tembaga”, dan lelucon, yang dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

Mitos “Botol Manci

Pada zaman dahulu, di desa Naku, terdapat banyak sekali “Botol Manci” (sejenis manusia halus yang bertubuh kerdil seperti kurcaci). Botol manci ini seringkali berbuat jahat dan sangat ditakuti oleh masyarakat Naku. Ia memiliki kekuatan gaib dan dapat melumpuhkan bahkan membunuh manusia dan hewan—hewan peliharaan lainnya. Masyarakat menjadi resah dengan tingkah laku Botol Manci. Jika sedang beraksi, rombongan Botol Manci menggunakan tambur, berpakaian rapi, dan menggunakan topi berbentuk kerucut. Mereka bernyanyi dan berpesta di hadapan orang yang melihatnya. Jika kita dapat menangkap topinya, maka segala permintaan kita akan dipenuhi,. Tetapi sebaliknya, jika Ia marah, maka semua binatang akan dibunuhnya, termasuk manusia. Jadi, kehidupan Botol Manci tidak boleh terusik.

Cerita Rakyat Maluku juga memuat nasihat, teladan, pendidikan, dan pengajaran, yang semuanya itu disampaikan tidak secara langsung, dengan maksud menunjukkan ciri-ciri estetisnya.

Tokoh-tokoh yang diceritakan dalam cerita rakyat sebagai sastra tradisional haruslah dianggap sebagai tokoh-tokoh yang khayali, seperti halnya sastra pada umumnya, yang bersifat fiktif. Mungkin saja, ketika kita pergi ke Buru, kita akan menemukan seorang anak yang bernama Dohin, tetapi itu hanya sebatas nama karena penamaan pada tokoh cerita hanyalah fiktif belaka.

Damono (2002:9) mengemukakan bahwa ditinjau dari segi isi, sastra biasanya dikatakan sebagai karangan yang tidak mengandung fakta tetapi fiksi. Misalnya “Legenda Tanjung Alang dan Tanjung Nusaniwe” berikut ini.

Legenda Tanjung Alang dan Tanjung Nusaniwe

Pada masa silam, di pulau Ambon hiduplah seorang suami isteri yang masih muda. Mereka saling mencintai dan sangat mengharapkan untuk memiliki anak. Akan tetapi, mereka tak kunjung dikaruniai anak meskipun sang isteri sudah minum berbagai macam ramuan obat, berobat ke dukun beranak, dan mempersembahkan telur putih dari ayam hitam, lima tangkai bunga melati, 5 buah pinang beserta daunnya dan secarik kain merah kepada dewa kesuburan pada saat bulan purnama.

Keesokan paginya, sang istri terbangun dari tidurnya karena ia baru saja mendapat mimpi buruk. Dalam mimpinya ia melihat seorang nenek memakai sarung hitam di sebuah daerah gersang tanpa ada siapapun kecuali sebuah mayat bayi. Sang istri begitu ketakutan memikirkan mimpinya. Tahun berganti tahun, tetapi doa suami istri itu untuk memiliki bayi tidak terjawab. Mereka mulai bertengkar dan saling menyalahkan. Dalam hati sebenarnya sang suami tahu bahwa ia sudah melakukan sesuatu yang salah, yaitu ia pernah menculik dan membunuh bayi yang baru lahir serta memakan jantungnya untuk memperoleh ilmu kekekabalan.

Kedua suami istri terus saja bertengkar. Pada akhirnya, mereka mulai menyalahkan nenek moyang dan dewa mereka. Mereka sudah tidak lagi menyembah dewa mereka, bahkan sang suami menghancurkan altar dewa mereka. Dewa-dewa menjadi marah melihat perbuatan suami istri itu. Mereka dikutuk menjadi dua tanjung, yaitu Tanjung Nusaniwe di semenanjung Leitimur dan Tanjung Alang di Semenanjung Leihitu. Orang-oramg percaya bahwa pada waktu tertentu dua tanjung ini saling bertemu.

Disadur dari majalah “Kacupeng, Edisi ke II,Tahun 2007.”

Tokoh-tokoh dalam legenda ini semuanya tidak dapat dibuktikan keberadaannya karena tidak ada sumber primer yang dapat membuktikannya.

Bahasa dalam Cerita Rakyat Maluku

Bahasa berperan penting dalam cerita rakyat Maluku. Dengan kekuatan bahasa, isi cerita rakyat dianggap lebih mampu mengubah tingkah laku manusia. Selain itu, estetika dalam cerita rakyat dapat mengarahkan manusia untuk berperilaku estetis, sehingga kehadirannya dapat memberikan makna yang positif.

Bahasa yang digunakan dalam cerita rakyat Maluku, adalah bahasa yang sederhana, baik secara leksikal, struktur, wacana, maupun makna yang ditunjuk. Kosa kata yang digunakan adalah kosakata bahasa Melayu Ambon, sehingga perlu dijelaskan untuk menghindari penafsiran yang salah, terlebih kepada pembaca dan pendengar yang bukan orang Maluku, dan tidak memahami bahasa Melayu Ambon.

Alur ceritanya pun tidak kompleks. Jalan pikiran, gagasan, dan cerita diungkapkan dalam bahasa yang sederhana juga.

MANFAAT DALAM CERITA RAKYAT MALUKU

Manfaat cerita rakyat Maluku tidak saja dapat dirasakan oleh orang dewasa, tetapi terlebih untuk anak-anak karena cerita-cerita ini pada masing-masing daerah atau desa di Maluku, telah memasukkannya sebagai bahan ajar Muatan Lokal di sekolah-sekolah. Berdasarkan isi cerita rakyat di Maluku, paling kurang ada enam manfaat yang dapat diuraikan dalam makalah ini.

1. Memberikan kesenangan atau penghiburan.

Cerita rakyat Maluku dapat memberikan hiburan yang menyenangkan kepada pendengar maupun pembacanya. Isi ceritanya menampilkan sesuatu yang menarik, sekaligus mengajak mereka untuk berfantasi ke suatu alur kehidupan yang dapat menarik hati mereka untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya. Dengan kata lain, isi ceritanya dapat mempermainkan emosi, dan dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami. Manfaat ini dapat dilihat pada fabel yang berasal dari pulau Buru, yaitu “Permusuhan Turun-Temurun Antara Anjing dengan Rusa.”Cerita ini mengisahkan persahabatan antara anjing dengan rusa, hewan peliharaan Dohin.

Ketika itu, hanya anjing yang memliki tanduk dan rusa tidak, sehingga rusa terlihat sangat gagah dan hebat. Hal ini menimbulkan rasa irih dalam hati si rusa. Setiap saat, rusa selalu membayangkan, seandainya ia mempunyai tanduk seperti anjing, pasti ia akan terlihat gagah juga, dan mungkin binatang lain akan menyeganinya. Akhirnya rusa mencari akal untuk merebut tanduk si anjing. Suatu ketika Dohin sekeluarga sedang pergi berkebun. Anjing dan rusa ditugaskan untuk menjaga rumah. Karena hari sangat panas, rusa mengajak anjing untuk pergi mandi di sungai. Mula-mula anjing menolak, tetapi karena rusa terus memaksa, akhirnya anjing menyetujui. Ketika tiba di sungai, anjing melepaskan tanduknya, dan turun mandi ke sungai. Rusa segera memakai tanduk si anjing dan menari-nari dengan gembira. Anjing yang melihatnya tidak menaruh curiga sedikitpun. Ia tetap meneruskan mandinya dengan gembira. Ketika telah puas, ia naik ke tepi sungai untuk memakai tanduknya. Ternyata tanduknya telah hilang. Rusa telah berlari ke hutan membawa tanduk si anjing. Anjing berusaha mencari rusa ke dalam hutan, tetapi tidak bertemu. Selang beberapa hari, rusa tetap tidak pulang. Anjing menjadi sangat marah dan mengangkat sumpah bahwa ia tidak akan memaafkan rusa sampai ke anak cucu. Ia tetap akan membalas perbuatan rusa terhadapnya. Akhirnya anjing bermusuhan dengan rusa dan permusuhan itu berlnagsung sampai sekarang.”

Cerita fabel ini menggunakan bahasa yang tidak berbelit-belit. Isinya mengandung sebuah didikan agar kita tidak merusak sebuah persahabat dengan suatu perbuatan yang tidak terpuji. Cerita ini jika didengarkan, akan menimbulkan ketawa karena ceritanya sangat lucu. Namun, karakter anjing dan rusa menunjukkan sebuah citraan kehidupan manusia yang dapat memberikan hiburan dan rasa senang kepada yang mendengarkan.

2. Memberikan pemahaman dan penilaian terhadap warisan budaya.

Cerita rakyat di Maluku juga dapat memberikan pemahaman dan penilaian terhadap warisan budaya, karena akar budaya masyarakat Maluku tersimpan dalam cerita-cerita rakyatnya. Manfaat ini dapat dilihat dalam cerita “Kapitan, Sang Pembela Negeri.” Berikut ini adalah kutipannya.

Di Maluku, ada seorang lelaki yang dikenal sebagai Kapitan. Seperti biasa, kapitan menyandang bakulnya, parang di pinggang, bertelanjang dada, bercelana hitam dan ikat kepala merah pergi melihat kebun pala miliknya karena saat ini sedang musim pala berbuah. Di dalam perjalanan, kapitan disapah oleh setiap penduduk yang dilewatinya, karena ia sangat dihormati oleh mereka. Kapitan pun membalas setiap tegur sapa yang diberikan penduduk. Ia terkenal sangat ramah dan berwibawa, sehingga disegani dan disenangi olah masyarakat. Dalam perjalanan, kapitan melihat ada konteler (orang pribumi yang menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda) dan teman-temannya sedang dalam perjalanan pulang membawa karung-karung yang berisi barang. Kapitan mulai mencurigai mereka. Di dalam karung itu, pasti berisi buah pala curian karena mereka tidak memiliki kebun pala. Kapitan bertanya tentang isi karung itu, tetapi mereka justru mempercepat langkah. Secara spontan, kapitan dengan sigapnya melompat dan menghadang mereka. Tiba-tiba langkah mereka terhenti, dan si konteler maju berhadapan dengan kapitan. Perdebatan pun terjadi antara kapitan dan konteler. Si konteler menjadi marah, maka terjadilah pertarungan di antara keduanya. Dalam perkelahian mereka, sabetan parang kapitan mengenai salah satu karung dari anak buah konteler, sehingga buah pala jatuh berhamburan. Apa daya impian si konteler telah terbongkar. Dia tidak bisa berkelit lagi bahwa ia telah mengambil buah pala milik penduduk untuk keuntungan dirinya sendiri. Ia bahkan merayu kapitan untuk membagi hasil curiannya, tetapi tinju kapitan mendarat di muka si konteler, kemudian ke teman-temannya. Kapitan mengikat para pencuri buah pala itu dengan tali gemutu (tali yang terbuat dari pohon aren), lalu membawa mereka menghadap Upu Latu (Bapak Raja/Kepala Desa) untuk diberi hukuman. Di hadapan upu latu dan tua adat, konteler dan anak buahnya disidang. Sementara si konteler dan anak buahnya diikat, Marinyo (pembaca pengumuman) meniup Tahuri (kulit bia) untuk memanggil masyarakat negeri berkumpul. Setelah semua masyarakat negeri berkumpul, bapa Kewang (Penguasa Hutan) membacakan hukuman yang pantas untuk para pencuri buah pala milik masyarakat. Bunyi kewang adat (hukum adat) itu, adalah sebagai berikut.

Barang siapa mengambil milik orang lain, diwajibkan mengangkat tanaman mangge-mangge (tanaman mangrove) dan menanamnya di sepanjang pantai negeri untuk menjadi tempat ikan berteduh, dan kepada siapa yang berhasil menangkap orang-orang yang mencuri barang milik penduduk, akan diberi hadiah.

Akhirnya konteler beserta temannya menjalani hukuman yang diberikan oleh upu latu.

Disadur dari majalah “Kacupeng, Edisi Perdana-Mei 2007.”

Cerita ini dapat membangun pemahaman kita terhadap pola hidup masyarakat Maluku dahulu. Ketika kita mendengarkan atau membaca cerita ini, maka akan muncul penilaian bahwa keramahan akan membentuk jalinan kekerabatan yang baik antarsesama, dan keberanian, serta kejujuran dapat menunjukkan betapa perkasa dan hebatnya leluhur kita dalam menumpas kejahatan.

3. Mengembangkan perilaku positif terhadap budaya sendiri yang sangat penting dalam perkembangan sosial dan personal.

Manfaat dari cerita rakyat Maluku juga dapat mengembangkan sikap menghargai budaya sendiri dalam pengembangan sosial budaya dan diri sendiri. Manfaat ini dapat terlihat pada cerita”Pela Batu Merah dan Passo” berikut.

Dikisahkan bahwa semasa kekuasaan Kesultanan Ternate, para pemuda Passo diperintahkan untuk membawa upeti ke Ternate. Dengan menggunakan Kora-Kora (Perahu yang bentuknya panjang dan tidak bersemang), mereka melakukan perjalanan ke sana. Tepatnya di tanjung Pulau Baru, kora-kora mereka tenggelam. Para pemuda dari desa Passo ditolong oleh kora-kora Batu Merah. Mereka diangkat dan diantar ke daratan. Setelah itu perbekalan mereka (sagu dan kelapa) dibagi dengan para pemuda passo. Mereka makan bersama-sama, setelah itu mengangkat sumpah untuk menjalin persaudaraan (Pela), dan hubungan pela itu terus berlanjut sampai sekarang.

Cerita ini menunjukkan budaya Pela (saudara) sebagai budaya orang Maluku yang menjadi ciri khas yang membedakan masyarakat Maluku dengan masyarakat di daerah-daerah lain. Budaya itu tidak boleh dilanggar oleh anak cucu, tetapi harus dijaga dan dilestarikan sebagai budaya daerah. cerita ini juga menggambarkan perilaku tolong-menolong, kebersamaan, dan persaudaraan yang harus dimiliki oleh masing-masing pribadi orang Maluku.

Cerita rakyat Maluku mengandung ide yang besar dan luhur, pengalaman jiwa yang berharga, sehingga pembaca dan pendengar dapat mempertimbangkan sifat-sifat yang baik dan buruk, menimbulkan rasa penyesalan terhadap dosa, perasaan belas kasihan, dan pandangan kemanusiaan yang tajam.

4. Memberikan jalan keluar terhadap masalah kehidupan.

Manfaat berikut dari cerita rakyat yang ada di Maluku, adalah dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah kehidupan. Manfaat ini dapat dilihat pada kutipan cerita “ Legenda Batu Kapal”berikut.

Pada masa pemerintahan sultan Ternate, Ia mengeluarkan keputusan untuk menaikkan pajak sepuluh rupiah per orang. Penduduk ternate, termasuk orang-orang Halmahera pada masa itu, merasa keputusan itu sangat memberatkan mereka. Akhirnya mereka keluar dari negrinya dan mencari negeri yang baru. Dengan menggunakan sebuah kapal layar, mereka melakukan perjalanan untuk mencari tempat tinggal yang baru. akhirnya mereka tiba di pelabuhan Naku, dan naik ke gunung yang bernama “Amanglaring” (tempat tinggal sendiri-sendiri), dan perahu layar mereka berubah menjadi batu. Batu itu kemudian dinamakan “Batu Kapal.”

Legenda “Batu Kapal” ini menggambarkan jalan keluar yang diambil oleh penduduk Ternate dan Halmahera yang merasa berat dengan besarnya upeti yang mereka harus bayar. Jalan keluar yang mereka ambil adalah pergi meninggalkan Ternate untuk mencari tempat tinggal yang baru.

5. Menjadi gerbang pengetahuan dan pengembangan minat.

Semua cerita rakyat yang ada di Maluku, pada umumnya dapat menjadi pintu gerbang yang menghubungkan pendengar dan pembacanya menuju pengetahuan dan meningkatkan minat. Budaya membaca dan menyimak cerita rakyat dapat menambah kosakata dan pengalaman para pembaca dan pendengarnya, sekaligus memberikan gambaran untuk penikmat karya sastra dalam menyalurkan bakat menulisnya.

6. Memperkaya dan memperluas imajinasi, sekaligus estetika, serta mengembangkan bahasa lokal dan bahasa Indonesia.

Selain menjadi gerbang yang menghubungkan pembaca dan pendengar cerita rakyat menuju pengetahuan dan pengembangan minat, cerita rakyat di Maluku juga dapat memperluas imajinasi dan estetika, serta mengembangkan bahasa lokal dan bahasa Indonesia. Cerita Rakyat di Maluku, ada yang berupa imajinatif, tetapi tetap mempedulikan unsur estetika. Selain itu, bahasa lokal dan bahasa Indonesia sebagai media penyampaian cerita, dapat terus ditingkatkan.

PENUTUP

Demikianlah gambaran estetika dan manfaat yang terkandung dalam cerita rakyat Maluku. Diharapkan dapat memberikan pengajaran moral dan pendidikan, sehingga akan memunculkan perilaku yang positif, dari pendengar atau pembaca.

Melalui cerita-cerita rakyat Maluku, masyarakat Maluku pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya dapat mengambil manfaat yang terbesar untuk menghargai para leluhur, mendapatkan penghargaan yang berharga tentang sifat-sifat yang baik, dan meninggalkan sifat-sifat yang buruk.

Melalui cerita rakyat Maluku juga, para pendengar dan pembaca dapat memposisikan cerita rakyat sebagai sastra tradisional sejajar dengan sastra-sastra modern saat ini. Akhirnya, diharapkan makalah ini dapat memperkaya khasanah sastra Indonesia.

Daftar Pustaka

Damono, sapardi Djoko. 2002. Pengarang, Karya sastra, dan Pembaca. Bahan pelatihan Teori dan Kritik Sastra. PPPG Bahasa. Jakarta: Lemlit UI.

Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia. Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain.Jakarta: Grafiti.

Leatemia, A. 2007. Kacupeng. Bacaan Anak Maluku. Edisi Perdana.

Leatemia, A. 2007. Kacupeng. Bacaan Anak Maluku. Edisi Kedua.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Pengantar Pemahaman Dunia Anak.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumarauw, Aneke. 1994. Cerita Rakyat dari Maluku. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.



[1] Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Kesusastraan XX Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia di Bandung, tanggal 5-7 Juli 2009.

[2] Martha Maspitella adalah staf dosen pada program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unpatti & Pengurus HISKI Komisariat Ambon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar